Kejayaan islam dan juga persebarna dakwah Islam di masa lalu meninggalkan banyak peninggalan bersejarah di berbagai penjuru dunia. Salah satu peninggalan bersejarah yang akan kita bahas ini adalah mimbar Shalahuddin Al Ayyubi Masjid Al Aqsha yang ada di Plestina.
Bagaimana keunikan mimbar ini sehingga penting untuk di bahas ?
Biasanya mimbar dibangun dengan kayu yang dihiasi dengan ukiran dan gaya seni geometris yang merupakan ciri seni bangunan Islam. Penggunaan kayu tentu mengguakan tekik paku untuk menyambung setiap bagiannya. Namun apa jadiya jika mimbar dibangun dari ribuan potongan kayu? Inilah yang menjadi keunikan mimbar Shalahuddin Al Ayyubi.
Mimbar Shalahuddin Al Ayyubi
Selama hampir 800 tahun mimbar Shalahuddin al Ayyubi berdiri di Masjid Al Aqsha. Mimbar tersebut berada di dalam masjid Al-Qibli, dan pertama kali diletakkan usai penaklukan Al-Quds dari tentara Salib oleh Shalahuddin Al-Ayyubi, pada tahun 1187.
Meskipun memiliki nama Shalahuddin al Ayyubi, namun mimbar tersebut dibuat atas instruksi dari Nuruddin Zanki pada tahun 1168 M untuk menempatkannya di Masjid Al-Aqsa setelah membebaskannya dari tentara Salib.
Pembuatan Mimbar
Mimbar ini dibuat di Damaskus oleh pengrajin terbaik dengan menggunakan kayu yang dihias dengan gading. Mimbar ini memiliki semacam gapura di atasnya, juga terdapat mahkota dan tangga yang mengarah ke gapura dengan balkon kayu. Uniknya mimbar ini dibuat dengan jumlah total 12.000 potongan kayu yang saling terkait dan tanpa menggunakan lem ataupun paku.
Dalam dokumen sejarah menyebutkan mimbar Masjid Al-Aqsa berasal dari periode Abbasiyah. Ibn al-Faqih al-Hamdani (903 M, 290 H) memberikan catatan tentang mimbar Masjid Al Aqsha. Mimbar di Al Aqsha ada empat mimbar: satu untuk dai yang dibayar untuk berdakwah sementara tiga dialokasikan untuk mereka yang secara sukarela melakukan pekerjaan tanpa dibayar. Mimbar tua Masjid Al Aqsha ada yang sudah tidak berbekas karena dihancurkan selama pendudukan tentara Salib di Yerusalem.
Tulisan di Mimbar
Ada tulisan pada mimbar bersejarah tersebut, yakni ayat 90-93 dari Surat Al-Nahl. Ayat Al-Quran tersebut diukir di kedua sisi mimbar, selain itu ayat 18 Surat Al -Tawbah juga dituliskan di mimbar.
Di sisi kiri mimbar, ada tulisan sejajar yang berbunyi: “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Mimbar ini dibuat atas instruksi hamba Allah yang malang, yang membutuhkan belas kasihanNya dan yang bersyukur atas rahmatNya, pejuang di jalanNya melawan musuh-musuh agamaNya, raja Islam dan Muslim yang adil, Zanki ibn Aq Sinqar , Nasser, panglima orang beriman, semoga Allah menjadikan para pendukungnya pada posisi tinggi dan musuh-musuhnya pada posisi rendah. Semoga Allah menjaga kekuatan dan cahayanya, dan semoga Dia menyebarkan benderanya di dunia. Semoga Allah membuat lebih banyak kemenangan di tangannya dan membuatnya diberkati dengan menyaksikan kemenangan. Amin”.
Perjalanan Mimbar
Setelah pembebasan yang di lakukan oleh Shalahuddin al Ayyubi atas Masjid Al-Aqsa, beliau memerintahkan pembangunan mimbar untuk khutbah pembebasan. Kemudian beliau diberitahu tentang mimbar Nuruddin Zanki yang pada masa itu berada di Aleppo. Maka beliau memberikan instruksi untuk membawanya dari Aleppo ke Masjid Al-Aqsa.
Dalam buku The Monuments of Al-Aqsa Mosque Under Focus yang di karang oleh Al-Jallad, mengutip ulama Ibn al-Athir beliau mengatakan, “Noor al-Din Mahmud memerintahkan untuk membangun mimbar di Aleppo, mendesak pengrajin untuk memberikan perhatian ekstra agar terlihat sempurna, dengan memperhatikan bahwa tujuannya dipindahkan ke Masjid Al-Aqsa. Tukang kayu mengerjakannya selama beberapa tahun, dan tidak ada mimbar lain dalam sejarah Islam yang terlihat seperti itu. “
Mimbar bersejarah tersebut tetap berada di Masjid Al-Aqsa sampai 21 Agustus 1969. Mimbar bersejarah tersebut menjadi saksi pembebasan Al-Aqsa. Namun Zionis berusaha untuk menghilangkan simbol ini. Melalui tangan Zionis Australia Michael Rohan, mimbar bersejarah tersebut akhirnya dibakar.
Pembangunan Mimbar Baru
Pembakaran pada bagian Masjid Al Aqsha tentu menimbulkan rasa kehilangan bagi kaum muslim. Terutama prperty yang bersejarah di dalam masjid. Karena mimbar tersebut sangat berarti bagi kaum muslim, maka mimbar ini dibangun kembali di bawah bimbingan dan instruksi Raja Hussein dari Yordania pada tahun 1993. Penggantinya, Raja Abdullah II, memasang plakat dekoratif untuk mimbar pada tahun 2002.
Menariknya, diantara para ahli ukir yang dilibatkan dalam membuat duplikat mimbar Shalahuddin Al Ayyubi ini, terdapat lima orang ahli ukir kayu asal Indonesia. Mereka adalah Abdul Muthalib dengan empat orang rekannya asal Jepara, Jawa Tengah.
Untuk membuat model mimbar yang serupa dengan yang dahulu memang sulit. Tantangan besar yang dihadapi oleh para pengrajin dan insinyur yang mengerjakan pekerjaan ini adalah mereka harus mengumpulkan sekitar 16.500 buah potongan, beberapa di antaranya hanya berukuran beberapa milimeter, untuk kemudian menjadi mimbar tanpa lem, sekrup atau paku.
Inilah yang dikenal dengan seni membuat mimbar menggunakan interlocking untuk menyambung kayu, yang terdiri dari dekorasi geometris, hiasan vegetal, kaligrafi, caving, bubut, ivory, ebony dan interlocking. Metode pembangunan seperti ini selain lama juga membutuhkan ketelitian tinggi, karena itulah jarang yang menggunakan metode interlocking.
Mimbar tersebut bisa dibilang merupakan mimbar yang fenomenal. Dan kemungkinan besar tidak ada mimbar yang sejenis yang di produksi di zaman sekarang. Saat ini penggunaan mimbar biasanya menggunakan gaya minimalis. Bahkan lebih cenderung menggunakan podium minimalis daripada mimbar untuk acara keagamaan. Sedangkan penggunaan mibar untuk keperluan khutbah saja.